Indonesia Mulai Terjangkit Penyakit Langka | Penyakit tersebut bernama miastenia gravis (MG) yang berhubungan dengan sitem kekebalan tubuh. Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia mengungkap, fenomena gunung es bisa terjadi pada masyarakat dalam kemungkinan perkembangan penyakit langka terkait kekebalan tubuh yaitumiastenia gravis (MG) di Indonesia.
"Kami mengibaratkan hal itu karena yang terlihat di atasnya saja, dan penyakit itu datang secara tiba-tiba," kata Ketua YMGI, Eko M Walid, usai seminar bertema "Hidup Berkualitas dan Produktif dengan myasthenia gravis" di Jakarta, Minggu (15/4).
MG merupakan penyakit dimana sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh justru menyerang organ-organ tubuh terutama pada sistem sambungan syaraf. Di Indonesia sendiri, menurut perkiraan Eko, jumlah penderita MG yang terdaftar di Indonesia saat ini sebanyak 226 orang, namun diperkirakan jumlah penderitanya melebihi dari jumlah itu.
"Di Bandung, data yang kami peroleh baru sebanyak 35 orang, namun melalui pemeriksaan salah satu panitia jumlahnya cukup mencengangkan yakni melebihi 100 orang," ucap dia. Pada seminar itu, ahli dari Departemen Psikiatri FKUI-RSCM, Natalia W Raharjanti, mengemukakan, MG ditandai kelemahan dan kelelahan cepat dari setiap otot yang digerakkan secara refleks.
"Penyebab MG adalah gangguan komunikasi normal syaraf dan otot. Pengobatan dapat membantu meringankan tanda dan gejala, seperti kelemahan otot lengan atau kaki, penglihatan ganda, kelopak mata terkulai, dan kesulitan berbicara, mengunyah, menelan dan bernapas," katanya.
Lebih lanjut, Raharjanti menyatakan, keterlambatan penanganan penyakit MG akan mengakibatkan krisis miastenia. Ditandai dengan kelemahan otot yang diperlukan untuk pernapasan sehingga dapat mengakibatkan kematian.
"Kasus ini dapat menyerang siapa saja, anak-anak, dewasa hingga usia lanjut. MG berkembang dari kelemahan ringan menjadi kelemahan berat, dari otot okular sampai pernafasan terutama dalam tiga tahun pertama," katanya.
Pada penderita MG, lanjut Natalia, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang sambungan syaraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari syaraf satu ke syaraf lainnya.
Ia memaparkan, salah satu obat MG yakni corticosteroid dan immunosuppressant, kortikosteroidprednisone dan immunosupresant, bisa digunakan untuk menekan reaksi tidak normal sistem kekebalan karena MG.
Pada kasus yang berat, obat tersebut dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis.
"Apabila sudah ada perbaikan klinis, maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif," katanya. Anggota YMGI, Hana L Gunawan, mengatakan, penderita MG tidak boleh merasa terlalu sedih maupun senang.
MG merupakan penyakit dimana sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh justru menyerang organ-organ tubuh terutama pada sistem sambungan syaraf. Di Indonesia sendiri, menurut perkiraan Eko, jumlah penderita MG yang terdaftar di Indonesia saat ini sebanyak 226 orang, namun diperkirakan jumlah penderitanya melebihi dari jumlah itu.
"Di Bandung, data yang kami peroleh baru sebanyak 35 orang, namun melalui pemeriksaan salah satu panitia jumlahnya cukup mencengangkan yakni melebihi 100 orang," ucap dia. Pada seminar itu, ahli dari Departemen Psikiatri FKUI-RSCM, Natalia W Raharjanti, mengemukakan, MG ditandai kelemahan dan kelelahan cepat dari setiap otot yang digerakkan secara refleks.
"Penyebab MG adalah gangguan komunikasi normal syaraf dan otot. Pengobatan dapat membantu meringankan tanda dan gejala, seperti kelemahan otot lengan atau kaki, penglihatan ganda, kelopak mata terkulai, dan kesulitan berbicara, mengunyah, menelan dan bernapas," katanya.
Lebih lanjut, Raharjanti menyatakan, keterlambatan penanganan penyakit MG akan mengakibatkan krisis miastenia. Ditandai dengan kelemahan otot yang diperlukan untuk pernapasan sehingga dapat mengakibatkan kematian.
"Kasus ini dapat menyerang siapa saja, anak-anak, dewasa hingga usia lanjut. MG berkembang dari kelemahan ringan menjadi kelemahan berat, dari otot okular sampai pernafasan terutama dalam tiga tahun pertama," katanya.
Pada penderita MG, lanjut Natalia, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang sambungan syaraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari syaraf satu ke syaraf lainnya.
Ia memaparkan, salah satu obat MG yakni corticosteroid dan immunosuppressant, kortikosteroidprednisone dan immunosupresant, bisa digunakan untuk menekan reaksi tidak normal sistem kekebalan karena MG.
Pada kasus yang berat, obat tersebut dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis.
"Apabila sudah ada perbaikan klinis, maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif," katanya. Anggota YMGI, Hana L Gunawan, mengatakan, penderita MG tidak boleh merasa terlalu sedih maupun senang.
Semoga Bermanfaat Indonesia Mulai Terjangkit Penyakit Langka | beritasatu.com
[Pariwara] Mencari usaha Sampingan Paling Produktif klik disini.
No comments:
Post a Comment
Follow dulu ya sebelum Berkomentar, Terima kasih.