Info Manusia Spesies Baru Ditemukan Di Afrika | Spesies baru manusia diduga pernah hidup di Kenya Utara dua juta tahun yang lalu. Sebuah penelitian menemukan fosil yang menunjukkan setidaknya ada tiga spesies yang berbeda yang hidup dalam waktu bersamaan di Afrika.
Penelitian yang dipublikasi di jurnal ilmiahNature tersebut memperkaya bukti ilmiah yang bertentangan dengan persepsi umum bahwa manusia terbentuk dari evolusi linear dari kera ke manusia modern. Para antropolog menemukan tiga fosil manusia yang hidup antara 1,78 - 1,95 juta tahun. Spesimen itu terdiri dari tengkorak dengan dua tulang rahang dengan gigi.
Temuan ini meluruskan pandangan bahwa tengkorak kepala yang ditemukan tahun 1972 lalu adalah suatu spesies terpisah dari manusia, yang dikenal sebagaiHomo rudolfensis. Tengkorak itu sangat berbeda dengan tengkorak yang pernah ditemukan dari waktu yang sama. Otaknya relatif lebih besar dan wajahnya datar memanjang.
Tapi, selama 40 tahun, para peneliti saat itu belum bisa mengatakan dengan pasti apakah individu itu hanyalah spesimen yang tidak biasa atau anggota sebuah spesies baru.
Dengan ditemukannya tiga fosil baru, para peneliti dapat mengatakan dengan pasti bahwa Homo rudolfensis benar-benar jenis yang terpisah dari manusia yang ada sekitar dua juta tahun yang lalu bersama spesies lain dari manusia.
Untuk waktu yang lama nenek moyang tertua manusia, dikenal sebagai spesies primitif 1,8 juta tahun yang lalu, disebut Homo erectus. Mereka memiliki kepala kecil, alis menonjol, dan berdiri tegak.
Tapi 50 tahun lalu, para peneliti menemukan sebuah spesies bahkan lebih tua dan lebih primitif, manusia Homo habilis, yang mungkin telah hidup berdampingan dengan Homo erectus.
Temuan kali ini adalah yang terbaru dan menjadi bukti yang menantang pandangan bahwa spesies kita berevolusi dari monyet dalam perkembangan linier. Sebaliknya, menurut Dr Meave Leakey dari Turkana Basin Institute di Nairobi yang memimpin penelitian, sudah ada keragaman sejak dini dalam evolusi spesies kita.
"Masa lalu adalah masa lalu kita yang beragam," katanya kepada BBC News. "Spesies kita telah berkembang dengan cara yang sama bahwa spesies lain dari hewan yang berevolusi. Tidak ada yang unik tentang kita, sampai kita mulai membuat alat-alat batu yang canggih."
Dalam kelompok hewan, spesies yang berbeda berkembang, masing-masing dengan sifat-sifat baru, seperti bulu, atau kaki berselaput. Jika sifat baru lebih cocok untuk lingkungan, mereka akan berkembang, jika tidak, mereka menjadi punah.
Menurut Profesor Chris Stringer dari Natural History Museum di London, bukti fosil semakin menunjukkan bahwa evolusi manusia mengikuti pola yang sama. "Manusia tampaknya telah berkembang dengan cara yang berbeda di berbagai daerah. Itu hampir seolah-olah alam sedang mengembangkan prototipe manusia yang berbeda dengan atribut yang berbeda, hingga hanya satu dari nenek moyang kita yang pada akhirnya berhasil dalam hal evolusi," katanya.
Menurut Dr Leakey, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia berevolusi bukan dari binatang tapi dari manusia itu sendiri, dengan cara yang sama dengan hewan lain dan menunjukkan bahwa "evolusi benar-benar bekerja".
Penelitian yang dipublikasi di jurnal ilmiahNature tersebut memperkaya bukti ilmiah yang bertentangan dengan persepsi umum bahwa manusia terbentuk dari evolusi linear dari kera ke manusia modern. Para antropolog menemukan tiga fosil manusia yang hidup antara 1,78 - 1,95 juta tahun. Spesimen itu terdiri dari tengkorak dengan dua tulang rahang dengan gigi.
Temuan ini meluruskan pandangan bahwa tengkorak kepala yang ditemukan tahun 1972 lalu adalah suatu spesies terpisah dari manusia, yang dikenal sebagaiHomo rudolfensis. Tengkorak itu sangat berbeda dengan tengkorak yang pernah ditemukan dari waktu yang sama. Otaknya relatif lebih besar dan wajahnya datar memanjang.
Tapi, selama 40 tahun, para peneliti saat itu belum bisa mengatakan dengan pasti apakah individu itu hanyalah spesimen yang tidak biasa atau anggota sebuah spesies baru.
Dengan ditemukannya tiga fosil baru, para peneliti dapat mengatakan dengan pasti bahwa Homo rudolfensis benar-benar jenis yang terpisah dari manusia yang ada sekitar dua juta tahun yang lalu bersama spesies lain dari manusia.
Untuk waktu yang lama nenek moyang tertua manusia, dikenal sebagai spesies primitif 1,8 juta tahun yang lalu, disebut Homo erectus. Mereka memiliki kepala kecil, alis menonjol, dan berdiri tegak.
Tapi 50 tahun lalu, para peneliti menemukan sebuah spesies bahkan lebih tua dan lebih primitif, manusia Homo habilis, yang mungkin telah hidup berdampingan dengan Homo erectus.
Temuan kali ini adalah yang terbaru dan menjadi bukti yang menantang pandangan bahwa spesies kita berevolusi dari monyet dalam perkembangan linier. Sebaliknya, menurut Dr Meave Leakey dari Turkana Basin Institute di Nairobi yang memimpin penelitian, sudah ada keragaman sejak dini dalam evolusi spesies kita.
"Masa lalu adalah masa lalu kita yang beragam," katanya kepada BBC News. "Spesies kita telah berkembang dengan cara yang sama bahwa spesies lain dari hewan yang berevolusi. Tidak ada yang unik tentang kita, sampai kita mulai membuat alat-alat batu yang canggih."
Dalam kelompok hewan, spesies yang berbeda berkembang, masing-masing dengan sifat-sifat baru, seperti bulu, atau kaki berselaput. Jika sifat baru lebih cocok untuk lingkungan, mereka akan berkembang, jika tidak, mereka menjadi punah.
Menurut Profesor Chris Stringer dari Natural History Museum di London, bukti fosil semakin menunjukkan bahwa evolusi manusia mengikuti pola yang sama. "Manusia tampaknya telah berkembang dengan cara yang berbeda di berbagai daerah. Itu hampir seolah-olah alam sedang mengembangkan prototipe manusia yang berbeda dengan atribut yang berbeda, hingga hanya satu dari nenek moyang kita yang pada akhirnya berhasil dalam hal evolusi," katanya.
Menurut Dr Leakey, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia berevolusi bukan dari binatang tapi dari manusia itu sendiri, dengan cara yang sama dengan hewan lain dan menunjukkan bahwa "evolusi benar-benar bekerja".
Semoga bermanfaat Info Manusia Spesies Baru Ditemukan Di Afrika | tempo.co
0 komentar:
Post a Comment